Episiotomi adalah insersi dari perinium untuk memudahkan
persalinan dan untuk mencegah ruptur perineum totalis. Pada masa lalu
dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya untuk
mencegah robekan berlebihan pada perinium, membuat tepi luka rata agar mudah
dialakukan penjahitan mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi.
Para penolong harus cermat membaca kata “rutin” pada epiotominya karena hal itulah yang dianjurkan,
bukan episiotominya. (Ari S. 2010)
Kematian maternal dapat
terjadi pada saat penolongan persalinan,
penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, gastosis. Pada kasus
distosia bahu, pada ibu komplikasi yang
akan terjadi adalah perdarahan yang di
akibatkan oleh laserasi jalan lahir, episiotomi maupun antonia uteri. Angka
kematian maternal dan nonatal juga
disebabkan dua hal penting yang memerlukan perhatian khusus yaitu,
partus terlambat dan partus lama dan terlambatnya merujuk. (Suswono,2009)
2.3.1.
Pengertian Episiotomi
Episiotomi adalah insersi dari perinium untuk memudahkan
persalinan dan untuk mencegah ruptur perineum totalis.(Ari Sulistyawati,2010)
Episiotomi adalah insisi pada
perinium untuk memperbesar mulut vagina (Rohani,Reni.dkk.2011)
2.3.2. Tujuan
episiotomi
Tujuan episiotomi mencega
ruptur perinium dan memper mudah pemulihan luka (Arif M,2000)
Menurut Ari Sulistiyawati (2010)
tujuan dilakuaknya tindakan episiotomi yaitu:
1). Mempercapat persalinan denagan memperlebar jalan lahir
lunak.
2). Menghindari robekan
perinium untuk memudahkan penjahitan.
3). Menhindari robekan perinium
spontan.
4). Memperlebar jalan lahir
pada tindakan persalinan pervaginam.
2.3.3. Indikasi
Melakukan Episiotomi
Menurut Manuaba (2007) khusus pada primigravida,
laserasi jalan lahir terutama perineum sulit dihindari sehingga untuk keamanan
dan memudahkan menjahit laserasi kembali dilakukan episiotomi. Disamping itu, episiotomi dipertimbangkan pada multigravida dengan
introitus vagina sempit atau pada wanita dengan perineum yang kaku.
Selain itu menurut Sumarah (2008) indikasi episiotomi dilakukan pada:
1) Gawat janin,
untuk menolong keselamatan janin maka persalinan harus segera diakhiri
2) Persalinan
pervaginam dengan penyulit, misalnya presentasi bokong, distosia bahu, akan
dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vakum.
3) Jaringan
parut pada perineum ataupun
pada vagina
4) Perineum
kaku dan pendek
5) Adanya
ruptur yang membakat pada perineum
6) Prematur
untuk mengurangi tekanan pada kepala janin
2.3.4. Jenis Eisiotomi
Jenis episiotomi yang dilakukan berdasarkan letak dan arah insisi
1). Episiotomi mediolateralis
Episiotomi mediolateralis merupakan insisi pada perinium ke arah
bawah, tetapi menjauhi rektum selain itu juga dapat ke arah kiri atau
kanan tergantung tangan dominan yang di
gunakan oleh penolong. Episiotomi mediolateral
paling sering digunakan karena
relatif lebih aman untuk mencagah
perluasan ruptur kearah derajat III dan IV.
2). Episiotomi median
Episiotomi median merupan insisi pada garis tengan perineum ke arah rektum tetapi tidak sampai mengenai
sepinter ani.
Keuntungan dan kerugian episiotomi median
a)
Perdarahan timbul dari luka episiotomi lebih sedikit
karena merupahkan daerah yang relatif sedikit mengandung pembulu darah
b)
Pengguntingan
bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan
penyembuhan lebih memuaskan.
Sedangkan kerugiannya Dapat terjadi ruptur perinium
tingakat III inkomplit (laserasi sampai ke sfingter ani) atau komplit (laserasi
dinding rektum)
3). Episiotomi lateralis
Episiotomi lateralis yaitu insisi yang dilakukan ke
arah lateral dari kira-kira jam 3 atau jam 9 menurut arah jarum jam. Jenis
eposiotomi ini sekarang tidak dilakuakan lagi karena dapat menimbulkan banyak
komplikasi.
Tabel
2.1.
Tingkat
episiotomy
|
Jaringan
terkena
|
Keterangan
|
Pertama
|
|
·
Mungkin tidak perlu dijahit
·
Menutup sendiri
|
Kedua
|
|
|
Ketiga
|
|
|
Keempat
|
|
|
Sumber: Manuaba (2007)
2.3.5. Prosedur pelaksanaan episiotomi
Prosedur melakukan episiotomi menurut Sarwono (2006)
1) Persiapan
2) Prosedur
utama (persalinan)
3) Aseptik/antiseptic
4) Episiotomi
5) Anastesi
lokal
a) Jelaskan
pada ibu tentang apa yang dilakukan dan agar ibu merasa tenang.
b) Pasanglah
jarum no. 22 pada spuit 10 ml, kemudian isi spuit dengan bahan anastesi
(lidokain HCl 1 % atau Xilokain 10mg/ml).
c) Letakkan 2
jari telunjuk dan jari tengah diantara kepala dan perineum. Masuknya bahan
anastesi (secara tidak sengaja) dalam sirkulasi bayi, dapat menimbulkan akibat
yang fatal, oleh sebab itu gunakan jari–jari penolong sebagai pelindung kepala
bayi.
d) Tusukkan
jarum tepat dibawah kulit perineum pada daerah komisura posterior (fourchette)
yaitu bagian sudut bawah vulva.
e) Arahkan
jarum dengan membuat sudut 45 derajat kesebelah kiri (atau kanan) garis tengah
perineum. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak memasuki
pembuluh darah (terlihat cairan dalam spuit).
f)
Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5-10 ml lidokain 1 %.
g) Tunggu 1-2
menit agar efek anastesi bekerja maksimal, sebelum episiotomi dilakukan.
Jika kepala
janin tidak segera lahir, tekan insisi episiotomi diantara his sebagai upaya
untuk mengurangi perdarahan.
Jika selama
melakukan penjahitan robekan vagina dan perineum, ibu masih merasakan nyeri,
tambahkan 10 ml Lidokain 1 % pada daerah nyeri.
Penyuntikan
sampai menarik mundur, bertujuan untuk mencegah akumulasi bahan anastesi hanya
pada satu tempat dan mengurangi kemungkinan penyuntikan kedalam pembuluh darah.
6) Tindakan
episiotomi
a) Pegang
gunting yang tajam dengan satu tangan.
b) Letakkan
jari telunjuk dan tengah diantara kepala bayi dan perineum, searah dengan
rencana sayatan.
c) Tunggu fase
acme (puncak his) kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka antara jari
telunjuk dan tengah.
d) Gunting
perineum, dimulai dari fourchat (komissura posterior) 45 derajat ke lateral
(kiri atau kanan).
7) Lanjutkan
pimpin persalinan.
8) Melahirkan
Bayi
9) Melahirkan
Plasenta
10) Menjahit
luka episiotomi
a)
Atur posisi ibu dan menjadi posisi
litotomi dan arahkan cahaya lampu sorot pada aderah yang benar.
b)
Keluarkan sisa darah dari dalam
lumen vagina, bersihkan daerah vulva dan perineum.
c)
Kenakan sarung tangan yang
bersih/DTT. Bila perlu pasanglah tampon atu kasa ke dalam vagina untuk mencegah
darah mengalir ke daerah yang akan dijahit.
d)
Letakkan handuk untuk kain bersih di
bawah bokong ibu.
e)
Uji efektifitas anastesi local yang
diberikan sebelum episiotomi masih bekerja (sentuhkan ujung jarum pada kulit
tepi luka). Jika terasa sakit, tambahkan anastesi local sebelum penjahitan
dilakukan.
f)
Atur posisi penolong sehingga dapat
bekerja dengan leluasa dan aman dari cemaran.
g)
Telusuri daerah luka menggunakan
jari tangan dan tentukan secara jelas batas luka. Lakukan jahitan pertama
kira-kira 1 cm di atas ujung luka di dalam vagina. Ikat dan potong salah satu
ujung dari benang dengan menyisakan benang kurang lebih 0,5 cm.
h)
Jahitlah mukosa vagina dengan
menggunakan jahit jelujur dengan jerat ke bawah sampai lingkaran sisa hymen
i)Kemudian
tusukkan jarum menembus mukosa vagina di depan hymen dan keluarkan pada sisi
dalam luka perineum. Periksa jarak tempat keluarnya jarum di perineum dengan
batas atas irisan episiotomi.
j)Lanjutkan
jahitan jelujur dengan jerat pada lapisan subkutis dan otot sampai ke ujung
luar luka (pastikan setiap jahitan pada kedua sisi memiliki ukuran yang sama
dan lapisan otot tertutup dengan baik)
k)
Setelah mencapai ujung luka,
balikkan arah jarum ke lumen vagina dan mulailah merapatkan kulit perineum
dengan jahian secara jelujur.
l)Bila telah
mencapai lingkaran hymen, tembuskan jarum ke luar mukosa vagina pada sisi yang
berlawanan dari tusukan terakhir subkutikuler.
m) Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem, kemudian tusukkan kembali jarum
pada mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat keluarnya benang dan silangkan
ke sisi berlawanan hingga menembus mukosa pada sisi berlawanan.
n)
Ikat benang yang dikeluarkan dengan benang pada klem dengan simpul kunci
o)
Lakukan kontrol jahitan dengan pemeriksaan colok anaus (lakukan
tindakan yang sesuai bila diperlukan)
p)
Tutup jahitan luka episiotomi dengan kasa yang diberi cairan antiseptic.
2.3.6. Hal-hal
Yang Perlu Diperhatikan Dalam Melakukan Episiotomi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
episiotomi menurut Ari sulitiyawati (2010)
1)
Jelaskan pada
pasien tentang tindakan yang akan dilakukan seta tujunanya.
2)
Sebelum melakukan
episiotomi berikan anasetesi terlebih
dahulu karena merupakan asuhan sayang ibu.
3)
Jangan melakukan
episiotomi terlalu dini karena akan menyababkan perdarahan, tunda sampai
perinium menipis adan pucat serta kepala banyi namapak di vulva 5-6 cm.
4)
Arah gunting
mediolateralis untuk menghindari ruptur totalis.
2.3.7. Manfaat
Episiotomi
Menurut Rohani,Reni.dkk.(2011),
manfaat episiotomi adalah sebagai
berikut:
1)
Mencegah robekan
perinium derajat tiga, terutama sekali dimana sebelumnya ada laserasi yang luas
didasar panggul.
2)
Menjaga uretra dan klitoris dari truma yang luas.
Kemungkinan mengurangi regangan otot penyangga kandung kemih atau rektum yang
terlalu kuat dan berkepanjangan, yang kemudian menyebabkan inkotinesia urine
dan prolps vagina.
3)
Mengurangi lama
kala II yang mungkin penting terhadap kondisi ibu dan keadaan janin (fetal
distress)
4)
Memperbesar vagina
jika di perlukan manipulasi untuk melahirkan bayi, contahnya pada persentasi
bokong atau pada persalinan dengan forsep
5)
Mengurangi risiko
luka intranial pada bayi prematur.
2.3.8. Kerugian
episiotomi
Menurut Rohani, Reni.dkk.(2011)
beberapa kerugian yang perlu diingat adalah sebagai berikut :
1)
Dapat menyebabkan nyeri pada masa nifas yang tidak
perlu, sering membutuhkan penggunaan analgesik
2)
Menyababkan ketidak
nyamanan dan nyeri karena insisi episiotomi juga penjahitan pada saat berbaring
dan duduk di tempat tidur. Banyak ibu
mengalami nyeri pada saat duduk di kursi dan pada saat berjalan neyeri bisa
menyababkan kesulitan pada saat BAK
3)
Nyeri dan ketidak
nyamanan dapat berlangsung lama sampai beberapa minggu atau satu bulan
postpartum
4)
Terjadi perdarahan
5)
Insisi dapat
bertambah panjang jika persalinan tidak terkontrol atau jika insisi tidak
dilakukaan baik.
6)
Selalu ada resiko terjadi infeksi, terutama
jika berdekatan dengan anus.
2.3.9. Faktor –fakto yang berhubungan dengan
tindakan episiotomi
2.3.9.1. Usia ibu
Menurut hartono(2003) umur
istri diatas 35 tahun sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyai dua orang anak. Karena ibu di usia tersebut
tidak di ajurkan utuk mempunyai anak atau hamil lagi karena alasan medis dan
alasan lainnya. Hubungan dengan tindakan episiotomi adalah apabila melahirkan lebih
dari melewati batas relative akan lambat utuk penyembuhan
Berdasarkan penelitan yang
dilakukan oleh Aryanti (2008) di lakukan di puskesmas magasana Yokyakarta
menyatakan dari 74 kasus ibu bersalin terdapat 45 kasus
mengalami tindakan episiotomi. Sebanyak 40 kasus terjadi pada ibu usia 30
tahun.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Syafari (2009) di BPS
“Y” dari 95 persalinan normal 68 persalinan mengalami tindakan episiotomi
terdapat jumlah ibu yang < 20 tahun sebanyak 10 orang dan usia 35 tahun
mengalami tindakan episiotomi sebanyak 23 orang.
2.3.9.2. Berat Badan Lahir
Berat badan merupakan salah
satu ukuran antropometri yang di gunakan
untuk pemeriksaan kesehatan anak
yang di kelompokan menurut umur (Nursalam, 2008)
Berat badan lahir adalah berat
badan yang di timbang 24 jam pertam
setelah kelahiran. Semakin besar bayi yang dilahirkan meningkatkan resiko terjadinya
episiotomi. (Sarkini,
2007)
2.3.9.3. Kondisi perineum
Kondisi
perineum merupakan pembukaan dari pintu atas panggul. Terletak anatara pulpa
dan anus. Tidak semua kelahiran anak pertama disertai denagan perineum yang
kaku. Tatapi jika perinium sangat kaku sehingga persalianan berlangsung lama dan
proses persalinan terjdi sulit, perlu dilakukan episiotomi.(Haspari,
2010)
2.3.9.4. Jenis tindakan persalinan
Jika berat
janin diperkirakan mencapai 4 kg, maka hal ini dapat menjadi indiaksi dilakukannya
persalinan secar. Alasan yang manjasi buktinya yaitu: resiko komplikasi akan
menjadi besar dan berbahaya jika bayi dilahirkan melalui vagina. Namun mungkin
saja resiko ini terlampaui jika ternyata rongga panggul ibu lebih lebar. Jika di temukan porsio persalinan macet
karena bahu bayi yang lebar misalnya, bantulah dengan episiotomi ( hapsari
2010). Episiotomi boleh dilakukan jika persalina menggunakan alat bantu
tujuannya untuk mempermudah tindakan.
2.3.9.5. Penolong persalinan
Penolong
persalinan adalah seseorang yang mampu dan berwewenang memberikan asuhan
persalinan. Pimpinan persalinan yang salam merupakan suatu yang menyebabkan
dilakukannya tindakan episiotomi. Sehinga deperlukan kerjasama dengan ibu
hingga dan pirasat manual yang dapat ekspulasi kepalah, bahu dan seluruh badan
bayi untuk mencegah laserasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar