Kamis, 10 April 2014

Episiotomi


  Episiotomi adalah   insersi dari perinium untuk memudahkan persalinan dan untuk mencegah ruptur perineum totalis. Pada masa lalu dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya untuk mencegah robekan berlebihan pada perinium, membuat tepi luka rata agar mudah dialakukan penjahitan mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi. Para penolong harus cermat membaca kata “rutin” pada  epiotominya karena hal itulah yang dianjurkan, bukan episiotominya. (Ari S. 2010)
Kematian maternal dapat terjadi  pada saat penolongan persalinan, penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, gastosis. Pada kasus distosia bahu, pada ibu  komplikasi yang akan terjadi adalah  perdarahan yang di akibatkan oleh laserasi jalan lahir, episiotomi maupun antonia uteri. Angka kematian maternal dan nonatal juga  disebabkan dua hal penting yang memerlukan perhatian khusus yaitu, partus terlambat dan partus lama dan terlambatnya merujuk. (Suswono,2009)
2.3.1. Pengertian Episiotomi
Episiotomi adalah  insersi dari perinium untuk memudahkan persalinan dan untuk mencegah ruptur perineum totalis.(Ari Sulistyawati,2010)
Episiotomi adalah insisi pada perinium untuk memperbesar mulut vagina (Rohani,Reni.dkk.2011)
2.3.2.  Tujuan episiotomi
Tujuan episiotomi mencega ruptur perinium dan memper mudah pemulihan luka (Arif M,2000)
Menurut Ari Sulistiyawati (2010) tujuan dilakuaknya tindakan episiotomi yaitu:
1). Mempercapat  persalinan denagan memperlebar jalan lahir lunak.
2). Menghindari robekan perinium untuk memudahkan penjahitan.
3). Menhindari robekan perinium spontan.
4). Memperlebar jalan lahir pada tindakan persalinan pervaginam.
2.3.3. Indikasi Melakukan Episiotomi
Menurut Manuaba (2007) khusus pada primigravida, laserasi jalan lahir terutama perineum sulit dihindari sehingga untuk keamanan dan memudahkan menjahit laserasi kembali dilakukan episiotomi. Disamping itu, episiotomi dipertimbangkan pada multigravida dengan introitus vagina sempit atau pada wanita dengan perineum yang kaku. Selain itu menurut Sumarah (2008) indikasi episiotomi dilakukan pada:
1)    Gawat janin, untuk menolong keselamatan janin maka persalinan harus segera diakhiri
2)    Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presentasi bokong, distosia bahu, akan dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vakum.
3)    Jaringan parut pada perineum ataupun  pada vagina
4)    Perineum kaku dan pendek
5)    Adanya ruptur yang membakat pada perineum
6)    Prematur untuk mengurangi tekanan pada kepala janin
2.3.4. Jenis Eisiotomi
                 Jenis episiotomi yang dilakukan berdasarkan letak dan arah insisi
 1). Episiotomi mediolateralis
     Episiotomi mediolateralis merupakan insisi pada perinium ke arah bawah, tetapi menjauhi rektum selain itu juga dapat ke arah kiri atau kanan  tergantung tangan dominan yang di gunakan oleh penolong. Episiotomi mediolateral  paling sering digunakan karena  relatif lebih aman untuk mencagah  perluasan ruptur kearah derajat III dan IV.
2). Episiotomi median
     Episiotomi median merupan insisi pada garis tengan perineum  ke arah rektum tetapi tidak sampai mengenai sepinter ani.
                 Keuntungan dan kerugian episiotomi median
a)        Perdarahan  timbul dari luka episiotomi lebih sedikit karena merupahkan daerah yang relatif sedikit mengandung pembulu darah
b)        Pengguntingan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan penyembuhan lebih memuaskan.
Sedangkan kerugiannya Dapat terjadi ruptur perinium tingakat III inkomplit (laserasi sampai ke sfingter ani) atau komplit (laserasi dinding rektum)
3).  Episiotomi lateralis
                 Episiotomi lateralis yaitu insisi yang dilakukan ke arah lateral dari kira-kira jam 3 atau jam 9 menurut arah jarum jam. Jenis eposiotomi ini sekarang tidak dilakuakan lagi karena dapat menimbulkan banyak komplikasi.
                                                     Tabel 2.1.
Tingkat episiotomy
Jaringan terkena
Keterangan
Pertama
  • Fourchette
  • Kulit perineum
  • Mukosa vagina
·         Mungkin tidak perlu dijahit
·         Menutup sendiri
Kedua
  • Fascia + muskulus badan perineum
  • Perlu dijahit
Ketiga
  • Ditambah dengan sfincter ani
  • Harus dijahit legeartis sehingga tidak menimbulkan inkontinensia
Keempat
  • Ditambah dengan mukosa rectum
  • Teknik menjahit khusus sehingga tidak menimbulkan fistula
Sumber: Manuaba (2007)
2.3.5. Prosedur pelaksanaan episiotomi
                        Prosedur melakukan episiotomi menurut Sarwono (2006)
1)    Persiapan
2)    Prosedur utama (persalinan)
3)    Aseptik/antiseptic
4)    Episiotomi
5)    Anastesi lokal
a)    Jelaskan pada ibu tentang apa yang dilakukan dan agar ibu merasa tenang.
b)    Pasanglah jarum no. 22 pada spuit 10 ml, kemudian isi spuit dengan bahan anastesi (lidokain HCl 1 % atau Xilokain 10mg/ml).
c)    Letakkan 2 jari telunjuk dan jari tengah diantara kepala dan perineum. Masuknya bahan anastesi (secara tidak sengaja) dalam sirkulasi bayi, dapat menimbulkan akibat yang fatal, oleh sebab itu gunakan jari–jari penolong sebagai pelindung kepala bayi.
d)    Tusukkan jarum tepat dibawah kulit perineum pada daerah komisura posterior (fourchette) yaitu bagian sudut bawah vulva.
e)    Arahkan jarum dengan membuat sudut 45 derajat kesebelah kiri (atau kanan) garis tengah perineum. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak memasuki pembuluh darah (terlihat cairan dalam spuit).
f)     Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5-10 ml lidokain 1 %.
g)    Tunggu 1-2 menit agar efek anastesi bekerja maksimal, sebelum episiotomi dilakukan.
                    Jika kepala janin tidak segera lahir, tekan insisi episiotomi diantara his sebagai upaya untuk mengurangi perdarahan.
                    Jika selama melakukan penjahitan robekan vagina dan perineum, ibu masih merasakan nyeri, tambahkan 10 ml Lidokain 1 % pada daerah nyeri.
                    Penyuntikan sampai menarik mundur, bertujuan untuk mencegah akumulasi bahan anastesi hanya pada satu tempat dan mengurangi kemungkinan penyuntikan kedalam pembuluh darah.
6)    Tindakan episiotomi
a)    Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan.
b)    Letakkan jari telunjuk dan tengah diantara kepala bayi dan perineum, searah dengan rencana sayatan.
c)    Tunggu fase acme (puncak his) kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka antara jari telunjuk dan tengah.
d)    Gunting perineum, dimulai dari fourchat (komissura posterior) 45 derajat ke lateral (kiri atau kanan).
7)    Lanjutkan pimpin persalinan.
8)    Melahirkan Bayi
9)    Melahirkan Plasenta
10) Menjahit luka episiotomi
a)    Atur posisi ibu dan menjadi posisi litotomi dan arahkan cahaya lampu sorot pada aderah yang benar.
b)   Keluarkan sisa darah dari dalam lumen vagina, bersihkan daerah vulva dan perineum.
c)    Kenakan sarung tangan yang bersih/DTT. Bila perlu pasanglah tampon atu kasa ke dalam vagina untuk mencegah darah mengalir ke daerah yang akan dijahit.
d)   Letakkan handuk untuk kain bersih di bawah bokong ibu.
e)    Uji efektifitas anastesi local yang diberikan sebelum episiotomi masih bekerja (sentuhkan ujung jarum pada kulit tepi luka). Jika terasa sakit, tambahkan anastesi local sebelum penjahitan dilakukan.
f)    Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja dengan leluasa dan aman dari cemaran.
g)   Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan dan tentukan secara jelas batas luka. Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm di atas ujung luka di dalam vagina. Ikat dan potong salah satu ujung dari benang dengan menyisakan benang kurang lebih 0,5 cm.
h)   Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahit jelujur dengan jerat ke bawah sampai lingkaran sisa hymen
i)Kemudian tusukkan jarum menembus mukosa vagina di depan hymen dan keluarkan pada sisi dalam luka perineum. Periksa jarak tempat keluarnya jarum di perineum dengan batas atas irisan episiotomi.
j)Lanjutkan jahitan jelujur dengan jerat pada lapisan subkutis dan otot sampai ke ujung luar luka (pastikan setiap jahitan pada kedua sisi memiliki ukuran yang sama dan lapisan otot tertutup dengan baik)
k)   Setelah mencapai ujung luka, balikkan arah jarum ke lumen vagina dan mulailah merapatkan kulit perineum dengan jahian secara jelujur.
l)Bila telah mencapai lingkaran hymen, tembuskan jarum ke luar mukosa vagina pada sisi yang berlawanan dari tusukan terakhir subkutikuler.
m) Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem, kemudian tusukkan kembali jarum pada mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat keluarnya benang dan silangkan ke sisi berlawanan hingga menembus mukosa pada sisi berlawanan.
n)    Ikat benang yang dikeluarkan dengan benang pada klem dengan simpul kunci
o)    Lakukan kontrol jahitan dengan pemeriksaan colok anaus  (lakukan tindakan yang sesuai bila diperlukan)
p)    Tutup jahitan luka episiotomi dengan kasa yang diberi  cairan antiseptic.
2.3.6. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Melakukan Episiotomi
               Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan episiotomi menurut Ari sulitiyawati (2010)
1)        Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan seta tujunanya.
2)        Sebelum melakukan episiotomi berikan  anasetesi terlebih dahulu karena merupakan asuhan sayang ibu.
3)        Jangan melakukan episiotomi terlalu dini karena akan menyababkan perdarahan, tunda sampai perinium menipis adan pucat serta kepala banyi namapak di vulva 5-6 cm.
4)        Arah gunting mediolateralis untuk menghindari ruptur totalis.
2.3.7. Manfaat Episiotomi
Menurut Rohani,Reni.dkk.(2011), manfaat episiotomi  adalah sebagai berikut:
1)        Mencegah robekan perinium derajat tiga, terutama sekali dimana sebelumnya ada laserasi yang luas didasar panggul.
2)        Menjaga  uretra dan klitoris dari truma yang luas. Kemungkinan mengurangi regangan otot penyangga kandung kemih atau rektum yang terlalu kuat dan berkepanjangan, yang kemudian menyebabkan inkotinesia urine dan prolps vagina.
3)        Mengurangi lama kala II yang mungkin penting terhadap kondisi ibu dan keadaan janin (fetal distress)
4)        Memperbesar vagina jika di perlukan manipulasi untuk melahirkan bayi, contahnya pada persentasi bokong atau pada persalinan dengan forsep
5)        Mengurangi risiko luka intranial pada bayi prematur.
2.3.8. Kerugian episiotomi
Menurut Rohani, Reni.dkk.(2011) beberapa kerugian yang perlu diingat adalah sebagai berikut :
1)            Dapat  menyebabkan nyeri pada masa nifas yang tidak perlu, sering membutuhkan penggunaan analgesik
2)            Menyababkan ketidak nyamanan dan nyeri karena insisi episiotomi juga penjahitan pada saat berbaring dan duduk di tempat tidur. Banyak  ibu mengalami nyeri pada saat duduk di kursi dan pada saat berjalan neyeri bisa menyababkan kesulitan pada saat BAK
3)            Nyeri dan ketidak nyamanan dapat berlangsung lama sampai beberapa minggu atau satu bulan postpartum
4)            Terjadi perdarahan
5)            Insisi dapat bertambah panjang jika persalinan tidak terkontrol atau jika insisi tidak dilakukaan baik.
6)             Selalu ada resiko terjadi infeksi, terutama jika berdekatan dengan anus.
2.3.9.  Faktor –fakto yang berhubungan dengan tindakan episiotomi
                        2.3.9.1. Usia ibu
Menurut hartono(2003) umur istri diatas 35 tahun sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyai  dua orang anak. Karena ibu di usia tersebut tidak di ajurkan utuk mempunyai anak atau hamil lagi karena alasan medis dan alasan lainnya. Hubungan dengan tindakan episiotomi adalah apabila melahirkan lebih dari melewati batas relative akan lambat utuk penyembuhan
Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Aryanti (2008) di lakukan di puskesmas magasana Yokyakarta menyatakan dari 74 kasus ibu bersalin terdapat 45 kasus mengalami tindakan episiotomi. Sebanyak 40 kasus terjadi pada ibu usia 30 tahun.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Syafari (2009) di BPS “Y” dari 95 persalinan normal 68 persalinan mengalami tindakan episiotomi terdapat jumlah ibu yang < 20 tahun sebanyak 10 orang dan usia 35 tahun mengalami tindakan episiotomi sebanyak 23 orang.
                        2.3.9.2. Berat Badan Lahir
Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang di gunakan  untuk pemeriksaan kesehatan  anak yang di kelompokan menurut umur (Nursalam, 2008)
Berat badan lahir adalah berat badan yang di timbang 24 jam  pertam setelah kelahiran. Semakin besar bayi yang dilahirkan meningkatkan resiko terjadinya episiotomi. (Sarkini, 2007)
                        2.3.9.3. Kondisi perineum
          Kondisi perineum merupakan pembukaan dari pintu atas panggul. Terletak anatara pulpa dan anus. Tidak semua kelahiran anak pertama disertai denagan perineum yang kaku. Tatapi jika perinium sangat kaku sehingga persalianan berlangsung lama dan proses persalinan terjdi sulit, perlu dilakukan episiotomi.(Haspari, 2010)
                        2.3.9.4. Jenis tindakan persalinan
          Jika berat janin diperkirakan mencapai 4 kg, maka hal ini dapat menjadi indiaksi dilakukannya persalinan secar. Alasan yang manjasi buktinya yaitu: resiko komplikasi akan menjadi besar dan berbahaya jika bayi dilahirkan melalui vagina. Namun mungkin saja resiko ini terlampaui jika ternyata rongga panggul ibu lebih  lebar. Jika di temukan porsio persalinan macet karena bahu bayi yang lebar misalnya, bantulah dengan episiotomi ( hapsari 2010). Episiotomi boleh dilakukan jika persalina menggunakan alat bantu tujuannya untuk mempermudah tindakan.
                        2.3.9.5. Penolong persalinan
          Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu dan berwewenang memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan yang salam merupakan suatu yang menyebabkan dilakukannya tindakan episiotomi. Sehinga deperlukan kerjasama dengan ibu hingga dan pirasat manual yang dapat ekspulasi kepalah, bahu dan seluruh badan bayi untuk mencegah laserasi

asuhan kebidanan pada neonatus

ASUHAN KEBIDANAN   PADA IBU BERSALIN PADA NY”D” G 1 P 0 A 0 JANIN TUNGGAL   HIDUP   PRESENTASI KEPALA DENGAN TINDAKAN EPISIOTOMI DI ...